paingsoe – Industri game saat ini tengah dibanjiri oleh tren game Live-Service, yang dianggap sebagian orang sebagai evolusi baru dalam dunia game. Namun, mantan eksekutif PlayStation, Shawn Layden, memiliki pandangan berbeda mengenai konsep ini. Ia menganggap bahwa game Live-Service bukanlah bentuk game yang asli. Menurut Layden, jenis game ini lebih fokus pada aksi repetitif daripada elemen penting yang membuat sebuah game bernilai. Apa alasan Layden menolak konsep ini?
“Baca Juga: Instagram Rilis Fitur Watch History untuk Mudahkan Pencarian Reels”
Game Live-Service Bukan “Game Sejati” Menurut Shawn Layden
Shawn Layden mengungkapkan pandangannya tentang game Live-Service dalam wawancara dengan The Ringer. Menurut Layden, video game harus memiliki tiga elemen dasar untuk dianggap sebagai game sejati: cerita, karakter, dan dunia. Game seperti Horizon, God of War, dan Uncharted berhasil memenuhi ketiga elemen tersebut, menjadikannya lebih dari sekadar pengalaman permainan.
Sebaliknya, game Live-Service menurutnya lebih fokus pada aksi yang bisa diulang-ulang oleh pemain. Pemain hanya diberikan pengalaman repetitif yang bisa dilakukan berulang kali, bersama pemain lain yang memiliki tujuan sama. Hal ini, menurut Layden, menjadikan game Live-Service lebih mirip sebuah perangkat untuk menarik aksi yang berulang. Bukan sebuah game yang kaya dengan narasi dan karakter.
Layden Sebut Live-Service Didorong Oleh Ilusi Keuntungan Besar
Shawn Layden melanjutkan bahwa banyak pengembang saat ini berusaha meniru kesuksesan game seperti Fortnite atau Overwatch dengan harapan dapat meraih keuntungan besar. Ia menyatakan bahwa industri game Live-Service didorong oleh ilusi bahwa uang akan terus mengalir jika seseorang mampu menciptakan permainan yang bisa dinikmati oleh banyak orang. Namun, menurut Layden, kenyataannya tidak semua game Live-Service berhasil mencapai kesuksesan finansial yang diinginkan. Banyak pengembang yang gagal meskipun mereka mencoba meniru model yang sukses dari game-game populer.
Selain itu, Layden mengungkapkan bahwa dirinya meninggalkan Sony pada tahun 2019, sebagian besar karena perusahaan tersebut berfokus pada pengembangan game Live-Service. Menurutnya, hal ini bukanlah jalan yang tepat untuk masa depan industri game. Dengan demikian, langkah Sony yang terus mengandalkan model ini menjadi salah satu alasan utama bagi Layden untuk memutuskan untuk keluar dari perusahaan.
Keputusan Sony Terkait Game Live-Service: Pembatalan dan Kegagalan
Pernyataan Shawn Layden tampaknya sesuai dengan langkah-langkah yang diambil oleh Sony. Beberapa waktu lalu, Sony membatalkan proyek game Live-Service mereka, seperti The Last of Us Online dan God of War Multiplayer. Kegagalan dari game Concord juga menjadi bukti bahwa strategi Live-Service tidak selalu berjalan sesuai rencana. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun perusahaan besar seperti Sony berinvestasi dalam model Live-Service, hasilnya tidak selalu seperti yang diharapkan.
Keputusan-keputusan ini mencerminkan adanya evaluasi ulang terhadap strategi Live-Service di perusahaan besar, mengingat semakin banyak kegagalan yang muncul.
Bungie dan Game Marathon: Masa Depan Live-Service di Sony
Namun, di sisi lain, Sony masih memiliki studio yang terus mengembangkan game Live-Service, salah satunya adalah Bungie. Studio yang terkenal dengan Destiny ini kini tengah mengembangkan game baru bernama Marathon, yang juga mengikuti model game Live-Service. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Sony telah mengalami kegagalan dalam beberapa proyek Live-Service, mereka tetap melanjutkan investasi dalam jenis game ini melalui studio seperti Bungie.
Kemungkinan besar, setelah perilisan Marathon dan evaluasi lebih lanjut, Sony akan meninjau kembali strategi mereka mengenai game Live-Service. Keputusan ini akan sangat bergantung pada bagaimana game baru dari Bungie ini diterima oleh pasar dan apakah model ini dapat terus berkembang dengan cara yang lebih inovatif.
“Baca Juga: Bill Gates Akui Salah, Tidur Bukan untuk Orang Malas”
Apa yang Bisa Kita Harapkan dari Industri Game Live-Service?
Industri game sedang berada di persimpangan jalan. Sementara beberapa pihak seperti Shawn Layden skeptis terhadap model Live-Service, perusahaan besar seperti Sony dan Bungie tetap berinvestasi besar dalam pengembangan game berbasis layanan. Tantangan bagi industri ini adalah menemukan keseimbangan antara game dengan cerita mendalam dan dunia yang kaya, serta model game Live-Service yang lebih repetitif. Ke depannya, kita mungkin akan melihat lebih banyak eksperimen dan mungkin juga perubahan arah dalam cara game Live-Service dikembangkan dan diterima oleh komunitas pemain.



