paingsoe– Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia secara resmi menyetujui permintaan Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong, atau yang dikenal sebagai Tom Lembong. Persetujuan ini disampaikan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad dalam keterangan resmi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, 31 Juli 2025.
Persetujuan DPR diberikan atas Surat Presiden Nomor 43 tertanggal 30 Juli 2025. Surat tersebut berisi permintaan pertimbangan terhadap pemberian abolisi untuk Tom Lembong, yang saat ini tengah menjalani proses hukum atas kasus dugaan korupsi impor gula.
“DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap surat presiden terkait pemberian abolisi terhadap Tom Lembong,” ujar Dasco. Menurutnya, keputusan ini diambil setelah melalui kajian dan diskusi antarlembaga sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Tom Lembong, yang pernah menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada periode 2015–2016, sebelumnya telah divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ia didakwa dalam kasus dugaan korupsi terkait impor gula yang merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah.
Abolisi sendiri merupakan penghapusan proses hukum terhadap seseorang yang sedang menjalani atau akan menjalani proses pengadilan. Berdasarkan Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, Presiden berwenang memberikan abolisi dengan terlebih dahulu mempertimbangkan masukan dari DPR.
“Baca Juga: Perencanaan Pembangunan PLTN Pertama Di Indonesia” [3]
Vonis Kasus Impor Gula: Tom Lembong Dinyatakan Tak Nikmati Hasil Korupsi
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta telah menjatuhkan vonis terhadap mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong, atau Tom Lembong, dalam perkara korupsi impor gula. Vonis ini dibacakan pada Jumat, 18 Juli 2025, oleh hakim anggota Alfis Setiawan. Dalam amar putusannya, majelis menyatakan bahwa Tom tidak memperoleh keuntungan pribadi dari tindak pidana korupsi yang didakwakan padanya.
Menurut hakim, selama proses persidangan tidak ditemukan bukti bahwa Tom menikmati hasil kejahatan tersebut. Karena itu, majelis tidak menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Tipikor.
“Terdakwa tidak menikmati hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan,” jelas Alfis. Ia menambahkan, tidak ada harta atau kekayaan yang diperoleh Tom dari tindak pidana tersebut, sehingga tidak relevan memberlakukan pidana tambahan terkait aset hasil kejahatan.
Meski demikian, majelis tetap menjatuhkan hukuman penjara selama 4 tahun 6 bulan kepada Tom Lembong. Vonis tersebut didasarkan pada keterlibatannya sebagai pejabat publik dalam proses importasi gula yang menyalahi prosedur hukum.
Menanggapi putusan itu, kuasa hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi, menyatakan kliennya akan mengajukan banding. “Hari ini kita resmi menyatakan banding. Selanjutnya, akan keluar akta banding,” ungkap Zaid di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa, 22 Juli 2025.
Langkah hukum banding ini menjadi bagian dari upaya Tom Lembong untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Proses banding di tingkat pengadilan yang lebih tinggi akan menjadi penentu akhir dari perjalanan hukum mantan pejabat Kemendag ini.
Ke depan, perhatian publik masih tertuju pada bagaimana pengadilan tinggi akan menilai kembali perkara ini. Hal ini juga akan memberi dampak terhadap kredibilitas lembaga penegak hukum dalam menangani perkara korupsi yang melibatkan pejabat negara.
“Baca: Pemulihan Ekonomi Indonesia Menghadapi Ketidakpastian Skala Global”